Meningkatkan Budaya Berbahasa Indonesia yang Baik dan Benar Pada
Kalangan Pemuda di Indonesia
Oleh
: Fadilla Hijrani Nur Estya
Bahasa
Indonesia ialah bahasa yang terpenting di kawasan republik kita. Pentingnya
peranan bahasa itu antara lain bersumber pada ikrar sumpah pemuda 1928 yang
berbunyi: “Kami poetera dan poeteri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean,
bahasa Indonesia” dan pada undang-undang dasar kita yang di dalamnya tercantum
pasal khusus yang menyatakan bahwa “bahasa negara ialah bahasa Indonesia”.
Bahasa Indonesia bisa disebut sebagai bahasa ibu, karena kedudukannya paling
tinggi diantara beratus-ratus bahasa Nusantara yang masing-masing punya ciri
khas tersendiri. Bahasa Indonesia yang amat luas wilayah pemakaiannya
dan bermacam-macam penuturannya, mau tidak mau, takluk pada hukum
perubahan. Arah perubahan itu tidak selalu akan terelakan karena kita pun dapat
mengubah bahasa secara berencana. Kecenderungan mengunggulkan identitas asing
akhir-akhir ini telah menjadi-jadi, tidak terkecuali bahasa. Hampir setiap
gedung-gedung megah di Indonesia, terpampang tulisan-tulisan asing sebagai
lambang kemodernan, sedangkan pemakai bahasa Indonesia dianggap kampungan atau
tidak keren dan telah ketinggalan zaman. Sikap yang demikian ini tentu akan
melunturkan citra dan identitas bangsa. Penggunaan bahasa Indonesia yang baik
dan benar di zaman sekarang sungguhmemprihatinkan. Kemajuan teknologi yang
semakin berkembang, memaksa para kaum muda di zaman sekarang kurang
memperdulikan penggunaan bahasa Indonesia yang tepat. Anak muda sekarang lebih
cenderung menggunakan bahasa atau ungkapan yang sedang ngetrend di
seluruh dunia. Pengaruh sosial media dapat memenuhi aspek fungsi definisi bahasa
Indonesia yang tepat. Untuk menanamkan kembali bahasa Indonesia yang baik dan
benar harus dilihat dari faktor-faktor penyebab menurunnya popularitas bahasa
Indonesia pada kalangan pemuda, dan mengupayakan mencari solusi terbaik untuk
perkembangan bahasa Indonesia.
Pembakuan Bahasa
Awal mula
pembakuan bahasa di sebuah negara terdapat istilah situasi diglosia yang
berarti suatu situasi bahasa di mana terdapat pembagian fungsional atas
variasi-variasi bahasa atau bahasa-bahasa yang ada di masyarakat. Yang dimaksud
ialah bahwa terdapat perbedaan antara ragam formal atau resmi dan tidak resmi
atau non-formal. Di dalam situasi diglosia ada tradisi keilmuan yang memiih
ragam pokok yang tinggi sebagai dasar usaha pembakuan. Di Indonesia pun
terjadi, bahkan dapat dikatakan bahwa ada kecenderungan untuk mendarkan
penyusunan tata bahasa itu pada ragam tinggi bahasa tulisan. Karena adanya
situasi diglosia tersebut yang merupakan cikal bakal lahirnya bahasa baku di
Indonesia.
Keterampilan Berbicara Bahasa
Indonesia di Sekolah
Berbicara
merupakan salah satu alat komunikasi yang paling efektif. Hal ini mendorong
orang untuk belajar berbicara dan membuktikan bahwa berbicara akan lebih
efektif dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi yang lain. Maka bagi siswa
bicara tidak sekedar merupakan prestasi akan tetapi juga berfungsi untuk
mencapai tujuannya. Sehingga dalam pembelajaran bahasa Indonesia
keterampilan berbicara merupakan kompetensi yang harus diujikan sesuai jenjang
kelasnya. Keterampilan berbicara bahasa Indonesia di sekolah dasar ini hanya
terwujud pada proses kegiatan belajar mengajar di kelas saja. Dalam kompetensi
umum mata pelajaran bahasa Indonesia SD aspek berbicara mengungkapkan
indikator-indikator yang berhubungan dengan mengungkapkan gagasan dan perasaan,
menyampaikan sambutan, berpidato, berdialog, menyampaikan pesan, bertukar
pengalaman, menjelaskan, mendiskripsikan, bermain peran, dan percakapan yang
hanya dilakukan dalam pembelajaran saja.
Keterampilan
berbicara bahasa Indonesia yang berhubungan dengan keseharian tidak pernah
diukur dan dinilai. Para siswa dibiarkan berbicara menggunakan bahasa daerahnya
masing-masing, padahal bahasa resmi yang digunakan pada pendidikan adalah
bahasa Indonesia.
Sungguh ironis
bila hal ini dibiarkan berlarut-larut pada setiap lembaga pendidikan. Kadang
lembaga pendidikan lebih merasa bangga bila dapat mengembangkan bahasa asing
lebih maju daripada mengembangkan bahasa Indonesia, seperti kata pepatah
“kacang lupa kulitnya.“ Ini adalah bukti konkret pembelajaran bahasa Indonesia
di sekolah belum bisa mempraktikkan dalam kesehariannya. Ketika digunakan dalam
percakapan sering sekali dijumpai berbicara dengan bahasa dialeknya. Oleh
karena itu, perlu adanya upaya bagi para guru untuk menentukan kebijakan supaya
pembelajaran bahasa Indonesia tidak hanya di kelas tetapi juga di luar kelas.
Bila
keterampilan berbicara bahasa Indonesia dapat diterapkan dalam sehari-hari oleh
seluruh anggota sekolah maka akan menumbuhkan rasa cinta tanah air dan
menumbuhkan semangat nasionalisme. Sehingga dapat mempersatukan berbagai macam
asal siswa, hal ini sesuai dengan fungsi khusus bahasa Indonesia yaitu sebagai
alat pemersatu berbagai suku yang memiliki latar belakang budaya dan bahasa
yang berbeda-beda(Yusi Rosdiana,2008)
Hambatan Berbicara Bahasa Indonesia
dalam Keseharian
Dalam kegiatan
sehari-hari aktifitas kita menggunakan bahasa, baik memakai bahasa lisan maupun
bahasa tulisan dan sebagai bangsa Indonesia kita mempunyai bahasa Indonesia
yang sering kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, banyak penggunaan
Bahasa Indonesia, lisan maupun tulisan yang menyalahi kaidah yang ada. Dari
tulisan di toilet terminal hingga tulisan papan nama Kementerian, mungkin masih
banyak kesalahan di sana-sini. Ada yang beranggapan bahwa globalisasi-lah yang
seharusnya mendorong kita untuk semakin meng-internasional-kan kebiasaan,
termasuk penggunaan bahasa, jadi sekarang boleh dikatakan (kasarnya) semuanya
“serbaEnglish“.Padahal, penggunaan English pun masih sering ada yang
sekedar tulis tanpa yakin betul bahwa penulisaan dan ejaannya benar. Di Jogja
ada banyak kasus semacam ini, padahal Jogja termasuk daerah yang mengakomodasi
wisatawan asing paling banyak. Dan kalau kita perhatikan ada beberapa
sikap destruktif sebagai pemakai bahasa Indonesia terhadap bahasanya.
Hal ini
tercermin ketika dalam pergaulan sehari-hari mereka enggan berbicara bahasa
Indonesia bahkan dengan lugasnya berbicara seenaknya. Mereka lupa bahwa
penggunaan bahasa Indonesia dipakai pada bahasa resmi lembaga pemerintah dan
pendidikan. Hal ini juga terjadi di sekolah-sekolah dari jenjang SD-SMA, mereka
para guru tetap menggunakan bahasa daerahnya. Jarang sekali mereka berbicara
menggunakan bahasa Indonesia ketika berbicara dengan teman guru atau bahkan
dengan para siswanya. Sikap-sikap tersebut diantaranya :
Sikap yang
lebih menghargai bahasa asing daripada bahasa Indonesia ( bahasanya
sendiri)
Sikap
seperti ini muncul di antaranya disebabkan oleh suatu pendapat yang tidak
tepat. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa negara-negara asing lebih maju dan
lebih baik kondisinya daripada Indonesia. Oleh karena itu, sesutau yang berasal
dari negara asing itu, baik berupa hasil teknologi, budaya, termasuk di
dalamnya bahasa, berarti hebat. Agar dirinya dianggap hebat maka ciri-ciri atau
sesuatu ysng berasal dari negara asing itu harus ia perhatikan. Di antaranya
melalui perilaku berbahasa. Akibatnya, tidak sedikit ia memasukkan kosa kata
asing ke dalam tutur bahasa Indonesianya. Hasilnya, Anada dapat membayangkan
sendiri bahasa Indonesia orang itu.
Belum adanya
penilaian bagi siswa yang berbicara bahasa Indonesia.
Keadaan
yang demikian menimbulkan sikap apatis pada diri siswa karena merasa tidak ada
gunanya baik yang berbicara bahasa Indonesia maupun yang tidak. Belum adanya
pengawasan dan penilaian dari guru dalam pelaksanaan berbicara bahasa Indonesia
di luar kelas mengakibatkan siswa acuh dalam mempraktikkannya. Sehingga
perlu adanya model penilaian yang nyata dalam percakapan sehari-hari.
Tidak adanya
program berbahasa Indonesia dari lembaga pendidikan.
Untuk
sementara ini pada setiap lembaga pendidikan belum ada yang mempunyai inisiatif
memberlakukan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari. Entah karena gengsi
atau merasa bahasa Indonesia tidak terkenal.Padahal dikatakan oleh Profesor
Yang Seung- Yoon, Ph.D dari Hankuk University of Foreign Stidiudies, Seoul,
Korea, berpandangan bahwa bahasa Indonesia berpotensi menjadi bahasa
internasional, setidaknya di Asia (M. Doyin, 2006). Pandangan tersebut
memperlihatkan kepada kita bahwa kedudukan bahasa Indonesia di mata negara lain
memiliki potensi untuk berkembang. Oleh karena itu, kebanggaan terhadap bahasa
Indonesia harus kita pupuk sedini mungkin sebagai wujud penghargaan kita
terhadapnya, sehingga ke depan kita dapat berharap bahasa Indonesia menjadi
besar.
Upaya Meningkatkan Budaya Berbahasa
Indonesia Yang Baik dan Benar
Meningkatkan kedisiplinan berbahasa
Indonesia.
Meningkatkan
kedisiplinan berbahasa Indonesia di segala sektor kehidupan.Dengan semboyan
maju bahasa, majulah bangsa. Kacau bahasa, kacaulah pulalah bangsa. Keadaan ini
harus disadari benar oleh setiap warga negara Indonesia sehingga rasa tanggung
jawab terhadap pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia akan tumbuh dengan
subur di sanubari setiap pemakai bahasa Indonesia. Rasa cinta terhadap bahasa
Indonesia pun akan bertambah besar dan bertambah mendalam
Meningkatkan kebanggaan terhadap
bahasa indonesia
Apabila
kebanggaan berbahasa Indonesia dengan jati diri yang ada tidak tertanam di
sanubari setiap bangsa Indonesia, bahasa Indonesia akan mati dan ditinggalkan
pemakainya karena adanya kekacauan dalam pengungkapan pikiran. Akibatnya bangsa
Indonesia akan kehilangan salah satu jati dirinya. Kalau sudah demikian, bangsa
Indonesia “akan ditelan” oleh bangsa lain yang selalu melaksanakan tugas dan
pekerjaannya dengan menggunakan bahasa yang teratur dan berdisiplin tinggi.
Sudah barang tentu, hal seperti harus dapat dihindarkan pada era globalisasi
ini.
Melestarikan tata cara berbicara
bahasa Indonesia yang baik dan benar
Jika kita tidak
melestarikan tata cara berbicara bahasa Indonesia yang baik dan benar, maka
bangsa kita ini akan terjajah oleh bangsa asing, karena apa yang dibicarakan
dalam kehidupan sehari-haripun kita sudah tidak memakai bahasa Indonesia. Semua
itu sama saja kita sudah terjajah oleh bahasa asing. Dampak lain yang tadi
dikatakan bahasa Indonesia sudah tidak akan diapakai lagi mungkin akan hilang,
dan bisa-bisa dampaknya akan berpengaruh kepada kebudayaan bangsa kita.
Suatu saat akan
ada persyaratan khusus yang akan dilampirkan oleh pelamar kerja selain tes
TOEFL. Lampiran tersebut adalah kemampuan seseorang tentang penggunaan bahasa
Indonesia atau lebih dikenal dengan Uji Kemampuan Bahasa Indonesia (UKBI). Layaknya
TOEFL, UKBI juga memiliki serangkaian materi yaitu mendengar, membaca, menulis,
berbicara, dan merespon kaidah kebahasaan. UKBI yang memiliki surat keputusan
Mendiknas nomor 152/U/2003 tersebut memiliki kategori istimewa, sangat unggul,
unggul, madya, semenjana, marginal, dan terbatas. UKBI hadir untuk menevaluasi
kemahiran seseorang dalam berbahasa Indonesia baik secara tulis maupun lisan.
Dalam realisasinya memang masih terbatas untuk para pekerja asing yang hendak
bekerja di Indonesia. Ternyata banyak dari mereka yang berhasil menguasai
instrumen bahasa Indonesia, termasuk di dalamnya adalah pemakaian ejaan dan
tanda baca.
Berperan aktif dalam mengembangkan
Bahasa Indonesia.
Sebenarnya
kegiatan seperti ini salah satu cara melestarikan bahasa Indonesia. Dengan
kegiatan tulis menulis seperti ini membuat para generasi muda lebih mengerti
bagaimana cara memakai Bahasa Indonesia dengan benar, mengerti kenapa bahasa
Indonesia itu perlu dilestarikan dan yang paling penting kita semua bisa
menghargai bahasa Indonesia.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Bangsa
Indonesia, sebagai pemakai bahasa Indonesia, seharusnya bangga menggunakan
bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Dengan bahasa Indonesia, mereka bisa
menyampaikan perasaan dan pikirannya dengan sempurna dan lengkap kepada orang
lain. Mereka semestinya bangga memiliki bahasa yang demikian itu. Namun, berbagai
kenyataan yang terjadi, tidaklah demikian (walaupun bahasa indonesia memiliki
banyak kelebihan). Rasa bangga berbahasa Indonesia belum lagi tertanam pada
setiap orang Indonesia. Rasa menghargai bahasa asing masih terus menampak pada
sebagian besar bangsa Indonesia. Mereka menganggap bahwa bahasa asing lebih
tinggi derajatnya daripada bahasa Indonesia. Bahkan, mereka seolah tidak mau
tahu perkembangan bahasa Indonesia.Untuk itu kita harus melestarikan
bahasa, kita bahasa indonesia sejak dini mungkin.Pelestarian tersebut perlu
adanya peran dan partisipasi semua lapisan masyarakat. Selain itu diperlukan
juga metode jitu untuk memperkuatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar